Benahi Isi Sebagai Prioritas, Semarang Benar-Benar ATLAS

“Semarang Kota ATLAS” , “Semarang Pesona ASIA”, idiom-idiom tersebut merupakan slogan yang sangat familiar yang dimiliki oleh Kota Semarang. Berbagai macam bentuk keunggulan mulai ditonjolkan untuk kembali mengangkat citra Semarang yang aman, tertib, lancar, asri dan sehat. Tak hanya itu, berpijak pada tahun 2007 lalu, Kota Semarang mulai gencar membenahi diri demi tercapainya Program Semarang Pesona Asia (SPA) yang diprakarsai oleh Wali Kota Sukawi Sutarip. Namun, berbagai anggapan dan kritikan, muncul sebagai respon atas keberanian Semarang menerjang program tersebut.
Jika kita cermati, kedua slogan di atas, bisa dikatakan belum maksimal dijiwai oleh Kota Semarang. Sebut saja Semarang sebagai Kota ATLAS, Kota ini tentu memiliki beban yang cukup berat untuk menyandang slogan tersebut, mengingat banyak fakta yang kurang sesuai. Kata aman yang mengawali akronim tersebut, menuai banyak tanya, mengingat banyaknya tindak kriminal yang masih sering terjadi di Kota Semarang, seperti pencopetan di tempat-tempat umum, perampokan, pembunuhan. Tak hanya itu, masalah eksploitasi anak-anak di bawah umur dan maraknya pengemis-pengemis yang bebas berkeliaran di tempat umum seperti kampus, rumah sakit, dan tempat-tempat makan, tentunya akan mengurangi rasa aman dan nyaman bagi siapapun yang berada di kota ini. Perihal tertib dan lancar, Kota Semarang juga masih dipandang kurang rapi dalam pelaksanaanya. Fakta-fakta seperti pengguna jalan yang “ugal-ugalan” ,kemacetan lalu lintas, pedagang kaki lima yang masih bebas berkeliaran, ketertiban administratif warga kota yang masih sering terlambat, baik dalam hal pajak, administrasi kependudukan, partisipasi dalam politik, dan lain sebagainya , menggambarakan bahwa ikon tertib dan lancar masih belum dijiwai secara maksimal. Selanjutnya adalah asri dan sehat, bagaiman dengan adanya tumpukkan sampah di berbagai sudut kota, Banjir yang masih sering melanda, dan beberapa area hutan yang dialih fungsikan sebagai ladang bisnis, tentunya kurang pas untuk bisa menggambarkan keadaan Kota Semarang yang asri dan sehat. Keprihatinan-keprihatinan yang belum tersentuh secara mendalam, justru membuat Kota Semarang berani dan tak berkecil hati untuk mengikuti Program Semarang Pesona Asia. Untuk merealisasikan hal tersebut, Sukawi telah mencanangkan Semarang sebagai kota pelayanan yaitu dengan melengkapi berbgai fasilias dan infrastruktur kota yang memadai seperti jalan, lalu lintas, drainase, penerangan jalan, taman kota, dan berbagai fasilitas seperti pasar, pusat perbelanjaan, hotel, rumah sakit, sarana pendidikan, sarana transportasi, sarana ibadah, dan objek wisata sejak awal Januari 2007. Namun pada relitanya, fasilitas-fasilitas yang dijanjikan tersebut, belum bisa dilihat secara penuh dan sesuai rencana oleh masyarakat pada umumnya. Masih banyak dijumpai kemacetan di titik-titik keramaian di Semarang, belum terselesaikanya masalah rob yang mengakibatkan banjir melanda beberapa daerah di Semarang, dan keprihatinan lainya.
Sesungguhnya, begitu banyak aspek yang harus dibangun dan dibenahi, namun dari segala aspek yang ada, bagi penulis, prioritas pembangunan Kota Semarang adalah aspek individunya atau “humanity”. Aspek ini menjadi penting, karena dari semua aspek yang ada, inilah yang paling mendasar. Pembenahan dalam bidang apapun menjadi sama dengan nol jika individu yang menjalankan dan menggunakanya bermasalah. Warga Semarang hendaknya memiliki etika dalam setiap perbuatanya. Karena dengan etika, perilaku diri seseorang akan semakin tanggap, peka, bertata krama, dan berorientasi pada hubungan yang baik pada orang lain.
Beberapa macam etika dilihat dari kacamata ilmu sosial antara lain. Etika deontologi , berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut teori ini tindakan dikatakan baik bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik, melainkan berdasarkan tindakan sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri. Suatu tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu, atas dasar tersebut, etika ini sangat menekankan motivasi, kemauan yang baik, dan watak yang kuat dari pelakunya. Selanjutnya adalah etika teleologi, yaitu berasal dari kata Yunani telos yang berarti tujuan, sasaran, akibat dan hasil. Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika tujuannya baik dan membawa akibat yang baik dan berguna. Etika ini lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu. Kemudian etika yang terakhir adalah etika keutamaan, etika ini menjawab pertanyaan “what kind of person should I be?” atau lebih menekankan pada “being”. Etika keutamaan saja adalah buta, jika tidak dipimpin oleh norma atau prinsip. Keutamaan menurut Aristoteles adalah titik tengah dua ekstrim misal : berani adalah titik tengah dari pengecut dan nekat, murah hati adalah titik tengah kikir dan boros. Keutamaan membuat manusia menjadi baik secara pribadi, dan keutamaan selalu secara individual.
Jadi, jika dikaitkan dengan prioritas pembangunan Kota Semarang, pembentukan etika dalam diri (dalam konteks ini adalah Warga Semarang), sangatlah penting. Jika Kota Semarang diumpamakan sebagai buah durian, nampak dari luar mungkin berduri tergambar di sini keprihatinan yang sudah penulis jelaskan di atas mengenai Kota Semarang, namun setelah memakan buahnya yang manis, maka anggapan orang akan buah durian tersebut, akan berubah menjadi positif. Maka, dengan pembangunan kepribadian bagi Warga Semarang terlebih dahulu, aspek-aspek lainya pun akan dengan mudah mengikuti kesempurnaanya, untuk menjadikan Semarang Kota yang benar-benar ATLAS.


EmoticonEmoticon