Dalamkehidupan kita sehari-hari, kita pasti sering menghadapi dua realita yang mungkin hampir sulit sekali dipisahkan, yaitu antara pengetahuan dan keyakinan. Dua hal ini bisa dibilang selalu mewarnai setiap fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan.Namun, jika kita telusuri lebih dalam lagi dua hal ini memiliki perbedaan dan memang harus dibedakan. Pengetahuan adalah sebuah cara pandang terhadap objek, namun objek itu benar-benar harus ada dan dapat dipertanggungjawabkan, berbeda dengan keyakinan yang mana dalam memandang suatu objek, objek itu tidak harus ada. Mungkin kita akan lebih sulit memahami jika hanya diberikan sekelumit pengertian saja. Lewat kasus di bawah ini, kita akan lebih bisa memahami perbedaan antara pengetahuan dan keyakinan.
Seperti kita ketahui, era globalisasi terus berkembang dan tentu banyak sekali perubahan yang kita alami di berbagai macam aspek kehidupan. Perubahan yang terjadi pun terasa begitu cepat, sehingga terkadang kita menjadi belum atau kurang siap untuk menghadapinya. Begitu cepatnya perubahan yang terjadi bisa kita lihat lewat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada, hampir semua peralatan yang ada sekarang sudah berada pada taraf “canggih” . Namun pada kenyataannya, hal ini membawa kita menuju pada dua sisi yang bertolak belakang yaitu sisi positif dan negatif. Kita tentu bersyukur dengan adanya efek-efek positif yang bisa kita alami, namun sungguh ironis, jika perkembangn teknologi yang ada justru menghadapkan kita pada kenyataan yang negatif. Pernyataan yang telah disebutkan ini, akan kita bahas lewat satu pokok permasalahan yaitu aborsi.
Aborsi merupakan salah satu fenomena yang mungkin sudah sangat familiar di telinga kita. Kita sering sekali dihadapkan pada berita-berita baik di koran, radio, maupun televisi mengenai penggungguran kandungan yang dilakukan secara illegal, atau berita mengenai dukun beranak ataupun dokter gadungan yang membuka praktek aborsi ini. Hal ini memang menjadi sesuatu yang sangat kontroversial sekali, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari segi moral atau agama. Begitu banyak perdebatan terjadi sehubungan dengan masalah ini, ada pihak yang menanggapinya dari segi medis atau pengetahuan ada pula yang menanggapi masalah aborsi ini dari segi moral atau agama. Tentu kedua pihak dengan cara pandang yang berbeda itu memiliki alasan dan juga dasar mengapa mereka menanggapi dan berpendapat seperti itu.
Pertama, ada baiknya kita mengetahui apa pengertian dari aborsi. Menurut The World Book Encyclopedia yang dikeluarkan A Collector’s Printing hal. 14 a tahun 1976 - Aborsi adalah berakhirnya kehamilan seseorang sebelum janin bayi dapat hidup diluar kandungan, kemudian selanjutnya menurut The New Lexicon Webster’s Encyclopedia Dictionary Of The English Language Deluxe Edition, hal. 3 - Aborsi adalah pengeluaran janin bayi dari rahim baik secara paksa maupun secara tidak sengaja, yang terakhir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua hal 2 - Aborsi adalah pengguguran kandungan. Itu adalah pengertian aborsi jika dilihat atau dipandang secara pengetahuan.Karena untuk menciptakan sebuah pemahaman ini, dibutuhkan pemikiran tentang teori-teori ataupun pengetahuan. Sedangkan jika kita tinjau pengertian aborsi dari cara pandang moral atau agama sudah pasti akan berbeda dengan cara pandangnya melalui pengetahuan. Pemahaman tiap agama dan kepercayaan dan yang ada di Indonesia tentang aborsi mungkin memiliki variasi sesuai dasar biblis mereka masing-masing, tetapi secara umum, pandangan setiap agama yang ada pasti sama, yaitu bahwa melakukan tindakan aborsi merupakan sebuah perilaku dosa yang sangat tidak dibenarakan oleh ajaran agama. Kita bisa kutip salah satu ajaran agama di Indonesia berdasarkan dasar biblis yang dianut melakukan aborsi karena aborsi adalah pembunuhan terhadap janin bayi. Janin bayi adalah manusia maka kalau kita membunuh janin bayi berarti kita membunuh manusia, karena itu aborsi adalah pembunuhan terhadap manusia ciptaan Allah. Dan pembunuhan adalah dosa karena membunuh adalah melanggar hukum Allah “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum” (Matius 5:21). “Jangan membunuh” (Keluaran 20:13).
Dalam kehidupan, menanggapi masalah aborsi ini. Muncul dua kubu, yaitu kubu yang pro terhadap aborsi dan kubu yang kontra terhadap aborsi. Aborsi, antara sisi medis dan sisi moralMereka yang pro mengatakan : adalah hak bagi si “calon ibu” untuk menentukan apakah ia akan meneruskan mengandung janinnya (dari hasil apapun; baik pernikahan resmi, hamil di luar pernikahan maupun korban perkosaan) dan mereka yang kontra berpendapat : adalah bukan hak bagi si “calon ibu” untuk menentukan kehidupan janin yang dikandungnya, hanya Tuhan-lah yang berhak menentukannya.Terlepas dari apapun alasan yang diajukan, entah itu demi kebaikan “si ibu muda” yang belum siap menjadi orangtua maupun karena faktor ekonomi yang tidak memungkinkan untuk membiayai kehidupan ‘sang anak’ kelak, aborsi tetaplah merupakan suatu pembunuhan terhadap suatu kehidupan manusia. Yang menjadi kontroversi adalah sejak usia kehamilan berapakah janin dalam kandungan layak disebut “memiliki” hidup sebagai suatu pribadi? Berbagai pandangan yang berusaha menyoroti kontroversi tersebut akan diutarakan lebih lanjut. Kita akan mengulas dari dua sudut pandang yang berbeda, yakni pandangan secara medis dan secara moral. Dalam dunia medis, aborsi secara garis besar dibedakan menjadi dua macam, yakni aborsi spontan dan aborsi provokatus. Aborsi provokatus selanjutnya dibedakan menjadi aborsi provokatus terapeutik dan aborsi provokatus kriminalis.Aborsi spontan penyebabnya dapat karena faktor maternal (ibu) seperti infeksi, penyakit kronik yang melemahkan ibu, pengaruh hormonal ibu, kekurangan gizi pada ibu (malnutrisi), kelelahan fisik, trauma psikologis, kelainan rahim, kelainan sistem pertahanan (sistem imun). Selain faktor maternal, faktor janin sendiri berperanan, yakni janin yang mengalami kelainan kromosom, sehingga janin tak dapat tumbuh dengan baik dan akhirnya meninggal dalam kandungan.Pendekkata, aborsi spontan terjadi diluar campur tangan manusia.Aborsi provokatus adalah aborsi yang terjadi karena campur tangan manusia, dibedakan menjadi dua yaitu terapeutik/elektif dan kriminalis. Aborsi terapeutik dapat dilakukan dengan indikasi medis sebagai berikut yang pertama adalah bila kelanjutan kehamilan dapat mengancam jiwa ibu atau menjadi gangguan yang serius bagi kesehatan ibu, yang kedua bila kelanjutan kehamilan kemungkinan besar akan menghasilkan persalinan anak dengan cacat bawaan berat atau cacat mental.
Legalitas aborsi provokatus terapeutik diatur dalam UU No 23/1992 tentang Kesehatan.Aborsi kriminalis merupakan tindakan pengakhiran kehamilan tanpa indikasi medis, yang lazim dikenal dengan sebutan aborsi/pengguguran. WHO memperkirakan per tahun terjadi sekitar 750.000 sampai 1,5 juta kasus aborsi spontan maupun aborsi provokatus. Namun jumlah ini bisa jauh lebih besar lagi mengingat kejadian aborsi provokatus kriminalis yang tidak mungkin dilaporkan.Aborsi provokatus baik bertujuan terapeutik maupun aborsi kriminalis tidaklah tanpa resiko yang sedikit kendati dilakukan oleh tenaga medis profesional sekalipun, seperti dokter spesialis kebidanan dan kandungan misalnya. Resiko akan menjadi semakin besar jika aborsi, khususnya aborsi kriminalis dilakukan bukan oleh tenaga medis profesional, seperti dilakukan oleh dukun ataupun dilakukan sendiri dengan cara-cara yang tidak aman seperti memasukan alat-alat tertentu ataupun zat kimia tertentu yang tidak steril dan bersifat racun ke dalam vagina.
Resiko dari tindakan aborsi provokatus tidak hanya mencakup resiko jangka pendek melainkan juga resiko jangka panjang. Resiko jangka pendek yang tersering adalah terjadinya perdarahan yang dapat mengancam jiwa. Resiko lain adalah syok septik akibat tindakan aborsi yang tidak steril yang sering berakhir dengan kematian dan juga kegagalan ginjal sebagai penyerta syok ataupun yang ditimbulkan karena penggunaan senyawa-senyawa racun yang dipakai untuk menimbulkan aborsi, seperti lisol, sabun, phisohex.Resiko jangka panjang yang akan dihadapi oleh seseorang yang melakukan aborsi provokatus adalah kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik (kehamilan di luar tempat yang semestinya) pada kehamilan berikutnya akibat kerusakan pada lapisan dalam rahim (endometrium) setelah dilakukan dilatasi (pelebaran secara paksa leher rahim dengan alat khusus) dan kuretase (pengerokan endometrium dengan alat khusus) pada tindakan aborsi. Kerusakan pada endometrium yang diakibatkan dilatasi dan kuretase ini juga meningkatkan resiko terjadinya placenta previa (letak plasenta tidak pada tempat semestinya sehingga mengganggu proses persalinan), aborsi spontan pada kehamilan berikutnya, bayi berat badan lahir rendah sampai kemungkinan terjadinya kemandulan akibat kerusakan yang luas pada endometrium.
Menurut hukum Islam (fiqih), hukum dasar aborsi adalah dilarang atau haram. Namun hukum dasar tersebut dapat berubah apabila ada sebab-sebab yang dapat dibenarkan secara syar’i. Dalam Islam sendiri ada beberapa pandangan mengenai sampai usia kehamilan berapa aborsi masih boleh dilakukan.Dalam Islam ada yang memakai batas 120 hari usia kehamilan, setelah usia 120 hari sama sekali dilarang, kecuali untuk menyelamatkan nyawa ibu. Batas 120 hari didasarkan pada hadis empat puluh, dimana Nabi Muhammad S.A.W memberitahukan dalam proses terciptanya manusia sel telur dan sel sperma tersimpan selama 40 hari dalam rahim sebagai nuthfah (mani), selama 40 hari berikutnya sebagai alaqah (segumpal darah), kemudian 40 hari berikutnya sebagai mudhghah (segumpal daging), setelah itu proses khalqan aakhar (pemberian nyawa) terjadi. Al Quran dalam surat Al-Mukminun ayat 12-14 memberikan informasi yang serupa.Menurut Mazhab Hanafi, aborsi sebelum kehamilan berusia 120 hari diizinkan jika ada alasan yang dibenarkan hukum Islam. Indikasinya antara lain kondisi kesehatan ibu sangat buruk, kehamilan dan persalinan beresiko tinggi, kehamilan yang terjadi saat perempuan masih menyusui bayi sementara ayah si bayi tidak mempunyai pendapatan yang tetap untuk membeli susu pengganti ASI. Jika tidak ada alasan-alasan tersebut maka hukumnya jika melakukan aborsi menjadi makruh. Penganut mazhab Syafi’i terpecah tiga pendapat, sebagian seperti Ibn al-Imad dan al Ghazali melarang aborsi karena termasuk kejahatan terhadap makhluk hidup. Muhammad ibn Abi Said mengizinkan dalam batas 80 hari, alasannya karena janin masih dalam bentuk nuthfah dan alaqah. Dan yang lainnya lagi membolehkan aborsi secara mutlak sebelum kehamilan berusia 120 hari. Sebagian besar pengikut mazhab Maliki kecuali al Lakhim tidak memperbolehkan bahkan mengharamkan membuang produk kehamilan, walaupun sebelum 40 hari. Alasannya, bila air mani telah tersimpan dalam rahim berarti sudah ada proses kehidupan. (Maria Ulfah Anshor;Kompas, 2 Juli 2001)
Dalam agama Kristen, khususnya Katolik, tradisi Gereja amat jelas. Moral Katolik memegang teguh keyakinan, bahwa begitu hidup pribadi manusia dimulai, pembunuhan sebelum kelahiran dinilai sama seperti pembunuhan setelah kelahiran. Hidup manusia adalah nilai paling fundamental, namun bukanlah nilai yang paling tinggi. Hidup manusia dapat dikurbankan demi nilai yang lebih tinggi dan yang lebih mendesak. Maka, banyak ahli teologi moral Katolik yang berpendapat bahwa kalau seorang ibu yang tidak mungkin diselamatkan bila kehamilannya berlangsung terus dan kalau anak dalam kandungan oleh karena penyakit sang ibu juga tidak mampu hidup sendiri diluar kandungan, dalam konflik itu hidup ibu yang mesti berlangsung terus harus diselamatkan biarpun karenanya hidup anak tidak mungkin diselamatkan. Yang terpenting adalah kehidupan harus dipelihara, jika tidak mungkin memelihara kehidupan ibu dan anak, sekurang-kurangnya hidup satu (ibu) terus berjalan.
Di atas kita sudah membahas mengenai fenomena aborsi diihat dari segi pengetahun baik itu medis maupun hukum, dan juga dari segi keyakinan yakni dari segi moral maupun agama. Dan dari pemaparan di atas, sudah cukup jelas bahwa pengetahuan dan keyakinan merupakan suatu hal yang harus dibedakan, karena cara pandangnya mengenai suatu objekpun berbeda. Menurut Plato, pengetahuan akan kebenaran adalah mengingat kembali apa yang sudah diketahuinya, sebaliknya, keyakinan adalah objek yang disadari sebagai ada itu, tidak perlu harus ada sebagaimana adanya. Secara ringkas dan sederhana kita bisa katakan bahwa aborsi menimbulkan dua penafsiran yang pertama dilihat dari segi pengetahuan, yang kedua dari segi keyakinan. Dari segi pengetahuan aborsi bisa saja dibenarkan, bisa saja tidak mengingat keselamatan ibu biasanya dipertaruhkan. Namun dari segi agama atau keyakinan, aborsi merupakan suatu tindakan dosa yang sangat tidak dibenarakan.(SfW)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon